Di samping sebagai penyair sufi yang menganut paham wahdad al-wujud , ar-Rumi juga merupakan peletak dasar teori kefanaan. Pendapatnya tentang kefanaan tergambar dari ungkapannya, ”Apakah arti ilmu tauhid? Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingin cemerlang sebagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti malam; dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pemelihara Wujud, seperti luluhnya tembaga dalam adonannya. Dengan begitu, kau bisa mengendalikan genggamanmu atas ‘Aku’ dan ‘Kita’, di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.”
Sementara itu, suasana pada saat sedang fana digambarkan oleh ar-Rumi sebagai berikut. ”Nuh berkata kepada bangsanya, Aku bukanlah aku. Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-aku-an lenyap dari identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat kesatuan aku dengan-Nya.”
Dalam pandangannya, setiap peristiwa kefanaan selalu diikuti oleh baqa , yaitu tetapnya kesadaran sufi kepada Tuhan. Pada saat sedang baqa , kesadaran akan Tuhan melandasi kesadaran seorang hamba. Kata ar-Rumi, ”Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran sufi. Bagaimana si awam meyakininya. Pengetahuan sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik. Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.
Kirim kirim ke Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar